Rabu, 17 Oktober 2012

:”Kenapa Orang Ahmadi tidak mau menjodohkan anaknya dengan non ahmadi”



Dalam menjawab keberatan yang dilontarkan oleh ghair ahmadi :”Kenapa Orang Ahmadi tidak mau menjodohkan anaknya dengan non ahmadi” Mufti silsilah Ahmadiyah menjawab dalam program Tanya jawab (Rah e Huda ) di MTA sbb:
Apa yang disebut dengan pernikahan? Pernikahan maksudnya, setiap orang tua menghendaki putra putrinya menjalin satu ikatan disatu tempat, dimana dirumahnya nanti akan tercipta kenyamanan, kehidupannya penuh dengan kedamaian dan ketentraman. Untuk itu didalam istilah fiqih dikatakan harus KUFU.

Kufu memiliki banyak persyaratan, yakni harus sama dan sesuai (sederajat) dalam berbagai hal. Sekian banyak kesesuaian dijumpai diantara keduanya (perjodohan), maka akan semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Bagi orang yang menyampaikan keberatan ini, perhatikanlah:”apakah mereka sendiri mau menikahkan anaknya yang bergelar dokter dengan orang yang tidak berpendidikan? Jawab, TIDAK, kenapa? Karena tidak kufu. Seorang anak perempuan kita yang kaya raya, pemilik sebuah perusahaan yang besar, apakah orang tuanya mau menikahkannya dengan laki-laki tukang bangunan? Tidak. Karena dari sisi kekayaan tidak kufu.

Begitu juga adat istiadat, kesukuan, sebagaimana dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:” Idza Hataba ilaikum man tardlouna diinahuu wa khuluqahuu fadlobihii (saya ragu dengan tulisan bahasa arabnya, silahkan dicek) kapan saja ada orang yang menawarkan jodoh kepada kalian, kalian menyukai diinnya (agamanya) dan tidak hanya agamanya bahkan akhlaknya juga, maka terimalah lamaran itu. Rasulullah SAW dalam hal ini tidak bersabda: menyukai agamanya saja tapi akhlaknya juga . Walhasil, jika dalam hal-hal tersebut tidak ada kesesuaian, apakah itu dari sisi duniawi ataupun dari sisi itikad agama, maka akan sangat sulit untuk menempuh hidup (dengan baik).
Perhatikanlah, Jamaah Islami membuat satu istilah SHALIHIIN DAN FAAJIRIIN, mereka menyebut anggota jamaahnya sebagai shalihiin (orang-orang yang shaleh) sedangkan umat islam lain selain dari golongannya mereka sebut sebagai faajiriin (pendosa, buruk akhlaknya), mereka tidak mau menjodohkan anak-anaknya ke golongan lain, begitu juga Kaum Rajput tidak mau menjodohkan dengan kaum lain selain Rajput. Kaum Jat pun sama . Kenapa? Karena mereka menganggap adat istiadat kami berbeda dengan yang lain, akan sulit untuk menempuh kehidupan nantinya.

 Lantas jika ada seorang anak ahmadi dinikahkan dengan orang ghair ahmadi, apa akibatnya? Siang malam mertuanya akan terus menghina si anak ahmadi itu:”si fulan lagi ngapain? Kenapa engga masak? Setiap gerak geriknya dijadikan alasan untuk menyerangnya. Dihadapan si anak ahmadi itu mereka menghina Hazrat Masih mauud as, para Khalifah dan orang-orang suci jemaat. jika anak perempuan itu dinikahkan dengan ghair ahmadi, maka siang malam dia akan mengarungi hidup bagaikan di neraka. Karena itu, untuk memberikan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, ketentraman kepada anak-anak kita, kami membuat satu larangan untuk tidak menikahkan anak ahmadi dengan non ahmadi.

Jika kita menikahkan mereka dengan ghair ahmadi? Berarti sejak awal pernikahan, seolah-olah kita mengatakan kepada anak kita:” Hancurlah kamu!, Terjerumuslah kamu ke dalam masalah-masalah! tiap hari terpaksa kamu harus menghadapi cacian dan hinaan. Orang tua mana yang menginginkan anaknya seperti itu?

Diterjemahkan bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi
Komentar: Kalau saya melihat latar belakang jawaban di atas, karena memang posisi orang-orang ahmadi di Pakistan layaknya warga kelas dua, tidak memiliki hak hidup yang layak seperti warga negara lainnya, kenyamanan mereka di rampas. Seorang ahmadi di Pakistan pernah menuturkan kepada saya:”Kalau kami keluar di pagi hari untuk bekerja, ke kantor, kampus, dsb, kami tidak tahu apakah kami akan selamat kembali lagi ke rumah di sore nanti. Terlebih Huzur dalam Khutbahnya terus menerus menyampaikan kabar pensyahidan para ahmadi di Pakistan. (hanya pendapat saja).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar