Dalam
menjawab keberatan yang dilontarkan oleh ghair ahmadi :”Kenapa Orang Ahmadi
tidak mau menjodohkan anaknya dengan non ahmadi” Mufti silsilah Ahmadiyah
menjawab dalam program Tanya jawab (Rah e Huda ) di MTA sbb:
Apa
yang disebut dengan pernikahan? Pernikahan maksudnya, setiap orang tua menghendaki
putra putrinya menjalin satu ikatan disatu tempat, dimana dirumahnya nanti akan
tercipta kenyamanan, kehidupannya penuh dengan kedamaian dan ketentraman. Untuk
itu didalam istilah fiqih dikatakan harus KUFU.
Kufu
memiliki banyak persyaratan, yakni harus sama dan sesuai (sederajat) dalam berbagai
hal. Sekian banyak kesesuaian dijumpai diantara keduanya (perjodohan), maka
akan semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Bagi
orang yang menyampaikan keberatan ini, perhatikanlah:”apakah mereka sendiri mau
menikahkan anaknya yang bergelar dokter dengan orang yang tidak berpendidikan?
Jawab, TIDAK, kenapa? Karena tidak kufu. Seorang anak perempuan kita yang kaya
raya, pemilik sebuah perusahaan yang besar, apakah orang tuanya mau
menikahkannya dengan laki-laki tukang bangunan? Tidak. Karena dari sisi
kekayaan tidak kufu.
Begitu
juga adat istiadat, kesukuan, sebagaimana dalam hadits, Rasulullah SAW
bersabda:” Idza Hataba
ilaikum man tardlouna diinahuu wa khuluqahuu fadlobihii
(saya ragu dengan tulisan bahasa arabnya, silahkan dicek) kapan saja ada orang
yang menawarkan jodoh kepada kalian, kalian menyukai diinnya (agamanya) dan tidak hanya agamanya bahkan akhlaknya juga,
maka terimalah lamaran itu. Rasulullah SAW dalam hal ini tidak bersabda: menyukai
agamanya saja tapi akhlaknya juga . Walhasil, jika dalam hal-hal tersebut tidak
ada kesesuaian, apakah itu dari sisi duniawi ataupun dari sisi itikad agama, maka
akan sangat sulit untuk menempuh hidup (dengan baik).
Perhatikanlah,
Jamaah Islami membuat satu istilah SHALIHIIN DAN FAAJIRIIN, mereka menyebut
anggota jamaahnya sebagai shalihiin
(orang-orang yang shaleh) sedangkan umat islam lain selain dari golongannya
mereka sebut sebagai faajiriin
(pendosa, buruk akhlaknya), mereka tidak mau menjodohkan anak-anaknya ke golongan
lain, begitu juga Kaum Rajput tidak mau menjodohkan dengan kaum lain selain
Rajput. Kaum Jat pun sama . Kenapa? Karena mereka menganggap adat istiadat kami
berbeda dengan yang lain, akan sulit untuk menempuh kehidupan nantinya.
Lantas jika ada seorang anak ahmadi dinikahkan
dengan orang ghair ahmadi, apa akibatnya? Siang malam mertuanya akan terus
menghina si anak ahmadi itu:”si fulan lagi ngapain? Kenapa engga masak? Setiap
gerak geriknya dijadikan alasan untuk menyerangnya. Dihadapan si anak ahmadi
itu mereka menghina Hazrat Masih mauud as, para Khalifah dan orang-orang suci
jemaat. jika anak perempuan itu dinikahkan dengan ghair ahmadi, maka siang
malam dia akan mengarungi hidup bagaikan di neraka. Karena itu, untuk
memberikan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, ketentraman kepada
anak-anak kita, kami membuat satu larangan untuk tidak menikahkan anak ahmadi
dengan non ahmadi.
Jika
kita menikahkan mereka dengan ghair ahmadi? Berarti sejak awal pernikahan,
seolah-olah kita mengatakan kepada anak kita:” Hancurlah kamu!, Terjerumuslah
kamu ke dalam masalah-masalah! tiap hari terpaksa kamu harus menghadapi cacian dan
hinaan. Orang tua mana yang menginginkan anaknya seperti itu?
Diterjemahkan
bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi
Komentar:
Kalau saya melihat latar belakang jawaban di atas, karena memang posisi
orang-orang ahmadi di Pakistan layaknya warga kelas dua, tidak memiliki hak
hidup yang layak seperti warga negara lainnya, kenyamanan mereka di rampas. Seorang
ahmadi di Pakistan pernah menuturkan kepada saya:”Kalau kami keluar di pagi
hari untuk bekerja, ke kantor, kampus, dsb, kami tidak tahu apakah kami akan
selamat kembali lagi ke rumah di sore nanti. Terlebih Huzur dalam Khutbahnya
terus menerus menyampaikan kabar pensyahidan para ahmadi di Pakistan. (hanya
pendapat saja).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar