Sabtu, 27 Oktober 2012

KENAPA HAZRAT MASIH MAU’UD AS TIDAK NAIK HAJI?




KENAPA HAZRAT MASIH MAU’UD AS TIDAK NAIK HAJI?

Dalam menjawab keberatan dari fihak ghair ahmadi yakni: Kenapa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Tidak Pergi Naik haji semasa hidupnya?”Mufti Silsilah Ahmadiyah menanggapinya dalam acara khusus sbb:

Hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan amalan, syariat telah menetapkan persyaratannya. Misalnya orang yang wajib menunaikan ibadah shalat, syaratnya harus baligh, berakal, waras, waktu-waktunya seperti ini, harus memiliki wudlu, menghadap kiblat. Setelah lengkap persyaratan tersebut, lalu seseorang wajib untuk mendirikan shalat. Jika seseorang tidak waras maka tidak diwajibkan shalat padanya, jika tidak berwudlu, maka tidak diwajibkan padanya shalat. Begitu juga puasa ada persyaratannya, zakat ada persyaratannya, begitu juga naik haji ada persyaratannya. Untuk zakat peraturannya demikian, jika ….(silahkan dijelaskan sendiri).
Rasulullah SAW, yang kepada beliau masalah zakat turun, seumur hidup beliau tidak pernah memiliki harta yang termasuk dalam syarat tadi dan melewati batas waktu satu tahun. Karena syarat-syarat zakat itu tidak pernah mengena pada diri Rasulullah SAW, sehingga beliau SAW tidak pernah membayar zakat seumur hidupnya. Beliau saw tidak bisa ditetapkan sebagai pendosa, karena syarat-syarat zakat itu sendiri tidak pernah mengena pada Rasulullah saw.
Begitu juga naik haji ke baitullah, syaratnya adalah harus ke kabah, pada bulan zul hijjah, seseorang yang memiliki kemampuan yakni sehat jasmani, ada biaya untuk ongkos naik haji dan bekalnya, bagi mereka yang meninggalkan anak pada saat naik haji, maka dia harus membiayai hidup anak-anak yang ditinggalkan dan penjagaannya diatur, kondisi diperjalan ke mekah aman, ditempat dimana akan dikunjungi yaitu haromain syarif, disana pun harus aman, semuanya ini adalah syarat untuk menunaikan ibadah naik haji.
Hazrat Masih Mauud as melewati 2 masa. Masa pertama adalah masa sebelum beliau mendakwakan, pada saat itu beliau tidak memiliki harta kekayaan, karena harta keluarga berada dalam kekuasaan sang ayah dan  karena keseharian beliau disibukkan dengan berzikir, ibadah, muthalaah buku-buku, sehingga ayah beliau menganggap beliau as sebagai putra yang malas, sedangkan kakak beliau yang memang memiliki pekerjaan tidak menghiraukan Huzur as. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan dari segi harta, bagaimana dia bisa pergi naik haji? Kemudian setelah wafatnya ayahanda beliau as, pengawasan harta keluarga jatuh ke tangan kakak  beliau. Lalu setelah wafatnya kakak beliau as, beliau as menikah dan memiliki anak yang masih kecil-kecil. Sanak kerabat, keponakan dan keluarga menentang beliau as, dalam kondisi seperti itu jika seseorang meninggalkan anak istri untuk naik haji adalah tidak pas waktunya.
 Dalam masa-masa itu, Allah Ta’ala menetapkan beliau sebagai ma’muur dan sebagai akibat dari pendakwaan itu, beliau di fatwakan kafir di Hindustan dan di Mekah, difatwakan murtad dan wajibul qatl (wajib dibunuh) karena ulama-ulama di Hindustan memberikan informasi yang salah ke Mekkah berkenaan dengan beliau as. Tentunya beliau merasa tidak aman untuk melakukan safar dari qadian ke mekah untuk naik haji, begitu juga di mekah, tempat yang menjadi tujuan untuk berhaji, disana pun beliau merasa tidak aman. Sehingga tidak ada rasa aman atau ada kekhawatiran akan timbulnya fitnah dan fasad. walhsail, jika tidak melaksanakan ibadah haji dalam kondisi seperti itu, itu merupakan sunnah Rasul SAW.
Coba perhatikan, ketika beliau SAW hijrah ke Madinah dan mekkah dikuasai oleh kaum Quraisy, jika beliau SAW pergi ke Mekah untuk umrah pada saat itu, maka akan dikhawatirkan timbul fitnah dan fasad karena mereka akan menyakiti beliau SAW, bahkan bisa mensyahidkan beliau saw, oleh karena itu beliau tidak pergi untuk naik haji. Pada saat fatah mekah, baru beliau menunaikan ibadah haji. Bahkan suatu ketika beliau bermimpi sedang tawaf di kabah, lalu berdasarkan mimpi tersebut beliau  beristimbat, “mungkin saat ini kita akan pergi naik haji”. lalu beliau pergi menuju mekah dengan membawa 1400 sahabat untuk tawaf di kabah. Berhenti di makam hudaibiyyah, datanglah utusan kaum Quraisy untuk mengurungkan niat beliau tawaf ke mekkah dengan mengatakan:” kami tidak akan mengizinkan kalian pergi umrah, datanglah tahun depan untuk umrah”. Dalam kondisi seperti itu beliau tidak lantas keukeuh bahwa saya tetap akan pergi ke mekkah dan bersikeras. Sebaliknya beliau justru bersabda:”Baiklah jika kalian tidak mengizinkan kami tawaf tahun ini, biar tahun depan saja kami akan ke mekkah untuk tawaf. Beliau tidak lantas berselisih, tidak berbuat kerusuhan. Ketika kaum quraisy mengizinkan untuk datang tahun depan, maka sesuai dengan izin tersebut, beliau datang di Mekkah untuk umrah pada tahun berikutnya. Lalu setelah fatah mekkah, beliau menunaikan ibadah haji.
Sebagaimana Quran Karim menjelaskan topik ini :”Atimmul hajja wal umrota lillaah (Lakukanlah ibadah haji dan umroh untuk meraih keridloan Allah) fain uhsirtum (tapi jika kamu dihalangi untuk berhaji atau umrah, janganlah kamu bersi keras untuk naik haji atau umrah, bahkan famas taisara minal hajji (apapun pengorbanan yang tersedia, dimanapun kamu tinggal, lakukanlah pengorbanan itu, maka kamu akan mendapatkan ganjaran haji atau umrah) Hazrat pendiri Jemaat Ahmadiyah, disebabkan karena tidak adanya keamanan di dalam perjalanan, begitu juga di Mekkah, dengan mematuhi perintah Quran karim tersebut dan mengamalkan sunnah suci Rasulullah SAW, beliau tidak melaksanakan ibadah haji ke mekkah mukarramah.    Semoga bermanfaat.

Diterjemahkan bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi  
Catatan: Silahkan di edit jika perlu 
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar