KENAPA HAZRAT MASIH MAU’UD AS TIDAK NAIK HAJI?
Dalam menjawab keberatan dari fihak
ghair ahmadi yakni: Kenapa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Tidak Pergi Naik haji
semasa hidupnya?”Mufti Silsilah Ahmadiyah menanggapinya dalam acara khusus sbb:
Hukum-hukum syariat yang berhubungan
dengan amalan, syariat telah menetapkan persyaratannya. Misalnya orang yang
wajib menunaikan ibadah shalat, syaratnya harus baligh, berakal, waras, waktu-waktunya
seperti ini, harus memiliki wudlu, menghadap kiblat. Setelah lengkap
persyaratan tersebut, lalu seseorang wajib untuk mendirikan shalat. Jika
seseorang tidak waras maka tidak diwajibkan shalat padanya, jika tidak
berwudlu, maka tidak diwajibkan padanya shalat. Begitu juga puasa ada
persyaratannya, zakat ada persyaratannya, begitu juga naik haji ada
persyaratannya. Untuk zakat peraturannya demikian, jika ….(silahkan dijelaskan
sendiri).
Rasulullah SAW, yang kepada beliau
masalah zakat turun, seumur hidup beliau tidak pernah memiliki harta yang
termasuk dalam syarat tadi dan melewati batas waktu satu tahun. Karena
syarat-syarat zakat itu tidak pernah mengena pada diri Rasulullah SAW, sehingga
beliau SAW tidak pernah membayar zakat seumur hidupnya. Beliau saw tidak bisa
ditetapkan sebagai pendosa, karena syarat-syarat zakat itu sendiri tidak pernah
mengena pada Rasulullah saw.
Begitu juga naik haji ke baitullah,
syaratnya adalah harus ke kabah, pada bulan zul hijjah, seseorang yang memiliki
kemampuan yakni sehat jasmani, ada biaya untuk ongkos naik haji dan bekalnya,
bagi mereka yang meninggalkan anak pada saat naik haji, maka dia harus
membiayai hidup anak-anak yang ditinggalkan dan penjagaannya diatur, kondisi
diperjalan ke mekah aman, ditempat dimana akan dikunjungi yaitu haromain syarif,
disana pun harus aman, semuanya ini adalah syarat untuk menunaikan ibadah naik
haji.
Hazrat Masih Mauud as melewati 2 masa.
Masa pertama adalah masa sebelum beliau mendakwakan, pada saat itu beliau tidak
memiliki harta kekayaan, karena harta keluarga berada dalam kekuasaan sang ayah
dan karena keseharian beliau disibukkan
dengan berzikir, ibadah, muthalaah buku-buku, sehingga ayah beliau menganggap
beliau as sebagai putra yang malas, sedangkan kakak beliau yang memang memiliki
pekerjaan tidak menghiraukan Huzur as. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan
dari segi harta, bagaimana dia bisa pergi naik haji? Kemudian setelah wafatnya
ayahanda beliau as, pengawasan harta keluarga jatuh ke tangan kakak beliau. Lalu setelah wafatnya kakak beliau
as, beliau as menikah dan memiliki anak yang masih kecil-kecil. Sanak kerabat, keponakan
dan keluarga menentang beliau as, dalam
kondisi seperti itu jika seseorang meninggalkan anak istri untuk naik haji
adalah tidak pas waktunya.
Dalam masa-masa itu, Allah Ta’ala menetapkan
beliau sebagai ma’muur dan sebagai akibat dari pendakwaan itu, beliau di
fatwakan kafir di Hindustan dan di Mekah, difatwakan murtad dan wajibul qatl
(wajib dibunuh) karena ulama-ulama di Hindustan memberikan informasi yang salah
ke Mekkah berkenaan dengan beliau as. Tentunya beliau merasa tidak aman untuk melakukan safar dari
qadian ke mekah untuk naik haji, begitu juga di mekah, tempat yang menjadi tujuan untuk berhaji, disana pun beliau
merasa tidak aman. Sehingga tidak ada rasa aman atau ada kekhawatiran akan
timbulnya fitnah dan fasad. walhsail, jika
tidak melaksanakan ibadah haji dalam kondisi seperti itu, itu merupakan sunnah
Rasul SAW.
Coba perhatikan, ketika beliau SAW
hijrah ke Madinah dan mekkah dikuasai oleh kaum Quraisy, jika beliau SAW pergi
ke Mekah untuk umrah pada saat itu, maka akan dikhawatirkan timbul fitnah dan
fasad karena mereka akan menyakiti beliau SAW, bahkan bisa mensyahidkan beliau
saw, oleh karena itu beliau tidak pergi untuk naik haji. Pada saat fatah mekah,
baru beliau menunaikan ibadah haji. Bahkan suatu ketika beliau bermimpi sedang
tawaf di kabah, lalu berdasarkan mimpi tersebut beliau beristimbat, “mungkin saat ini kita akan
pergi naik haji”. lalu beliau pergi menuju mekah dengan membawa 1400 sahabat
untuk tawaf di kabah. Berhenti di makam hudaibiyyah, datanglah utusan kaum
Quraisy untuk mengurungkan niat beliau tawaf ke mekkah dengan mengatakan:” kami
tidak akan mengizinkan kalian pergi umrah, datanglah tahun depan untuk umrah”. Dalam kondisi seperti itu beliau tidak
lantas keukeuh bahwa saya tetap akan pergi ke mekkah dan bersikeras.
Sebaliknya beliau justru bersabda:”Baiklah jika kalian tidak mengizinkan kami
tawaf tahun ini, biar tahun depan saja kami akan ke mekkah untuk tawaf. Beliau
tidak lantas berselisih, tidak berbuat kerusuhan. Ketika kaum quraisy
mengizinkan untuk datang tahun depan, maka sesuai dengan izin tersebut, beliau
datang di Mekkah untuk umrah pada tahun berikutnya. Lalu setelah fatah mekkah,
beliau menunaikan ibadah haji.
Sebagaimana Quran Karim menjelaskan
topik ini :”Atimmul hajja wal umrota lillaah (Lakukanlah ibadah haji dan umroh
untuk meraih keridloan Allah) fain uhsirtum (tapi jika kamu
dihalangi untuk berhaji atau umrah, janganlah kamu bersi keras untuk naik haji
atau umrah, bahkan famas taisara minal hajji (apapun pengorbanan yang tersedia,
dimanapun kamu tinggal, lakukanlah pengorbanan itu, maka kamu akan mendapatkan
ganjaran haji atau umrah) Hazrat pendiri
Jemaat Ahmadiyah, disebabkan karena tidak adanya keamanan di dalam perjalanan, begitu
juga di Mekkah, dengan mematuhi perintah Quran karim tersebut dan mengamalkan
sunnah suci Rasulullah SAW, beliau tidak melaksanakan ibadah haji ke mekkah
mukarramah. Semoga bermanfaat.
Diterjemahkan bebas oleh Mahmud Ahmad Wardi
Catatan: Silahkan di edit jika perlu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar