Sabtu, 27 Oktober 2012

Istighfarnya Muhammad, Rasulullah saw

Istighfarnya Muhammad, Rasulullah saw
Kebanyakan dari umat Kristiani karena tidak memahami realitas Maghfirah, biasanya membayangkan seseorang yang sedang mencari Maghfirah sebagai orang yang fasik dan berdosa. Jika direnungi secara mendalam pengertian daripada Maghfirah akan jelas bahwa justru seseorang yang tidak mencari Maghfirah dari Allah yang Maha Kuasa adalah seorang yang fasik dan kotor. Karena setiap kesucian yang murni merupakan anugrah daripada-Nya dan hanya Dia saja yang bisa membentengi seseorang dari badai nafsunya maka sewajarnyalah bagi para hamba-Nya yang muttaqi untuk selalu mencari Maghfirah dari sang Maha Penjaga dan Maha Pelindung.
Kalau kita mau mencari contoh padanan Maghfirah dalam dunia nyata, contoh yang terbaik dari Maghfirah adalah sebuah bendungan kuat perkasa guna menahan banjir. Karena semua kekuatan dan daya itu milik Allah yang Maha Perkasa, sedangkan manusia pada dasarnya lemah baik jasmani maupun ruhaninya sehingga harus selalu mencari air guna kehidupan pohon dirinya dari yang Maha Abadi, serta tidak bisa hidup tanpa rahmat-Nya maka Istighfar menjadi suatu hal yang pokok dan esensial. Sebagaimana sebuah pohon menjulurkan cabangnya ke segala arah guna mencari sumber air dengan harapan agar kehijauan daunnya tidak menggersang serta saat berbunga dan berbuahnya tidak gagal, begitu jugalah halnya dengan seorang muttaqi. Bagaimana caranya menjaga kehijauan ruhani serta pemeliharaannya melalui penyediaan air dari sumber mata air kehidupan yang haqiqi, dalam Kitab Al-Qur’an dikemukakan sebagai Istighfar. Renungkanlah isi Al-Qur’an dan bacalah dengan teliti maka kalian akan menemukan realitas daripada Istighfar.

Arti kata Maghfirah dalam kamus bahasa adalah selimut pelindung terhadap nasib buruk. Sebagai contoh, air adalah unsur yang melindungi kekurangan pohon dan dengan demikian menjadi Maghfirah. Bayangkan keadaan sebuah taman yang tidak memperoleh air selama satu atau dua tahun. Pastilah keindahannya akan pupus dan tidak akan bersisa lagi kehijauan dedaunannya. Pohon-pohonnya tidak lagi menghasilkan bunga atau pun buah. Inti batangnya pun akan meranggas kering. Daun-daunnya yang hijau lembut akan mengering dan berguguran, begitu pula ranting-rantingnya luruh seperti anggota tubuh seseorang yang terkena bala lepra. Mengapa semua ini terjadi? Karena air yang menjadi penunjang hidupnya tidak lagi tersedia. Keadaan demikian disiratkan dalam ayat:

“Kalimah itu seperti sebatang pohon yang baik yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau sampai ke langit”. (S.14 Ibrahim:25).
Sebagaimana sebuah pohon yang baik tidak mungkin hidup tanpa adanya air maka demikian jugalah perkataan seorang muttaqi tidak akan bisa berkembang kecuali ada mata air murni yang menyegarkan akar-akarnya yang diisi dari arus Istighfar. Karena itu kehidupan keruhanian seseorang amat tergantung pada Istighfar dan melalui arusnya itu mata air yang murni akan membasahi akar-akar kemanusiaan serta menjaganya dari kekeringan dan kematian.
Agama yang tidak mengemukakan filosofi seperti ini jelas bukan agama yang berasal dari Allah s.w.t. dan seseorang yang mengaku sebagai Nabi atau Rasul atau seorang yang muttaqi tetapi berpaling dari mata air ini jelas bukan berasal dari Tuhan. Orang seperti itu bukan datang dari Tuhan tetapi dari Syaitan yang akar katanya mengandung arti maut. Barangsiapa yang tidak berkeinginan menarik mata air itu ke arah dirinya dan tidak mengisi mata air ini dari arus Istighfar guna menghijaukan taman ruhaninya, jelas ia berasal dari Syaitan. Untuk itu ia akan mati karena tidak mungkin pohon ruhaninya hidup tanpa air.

Mereka yang tinggi hati yang tidak menginginkan pohon ruhaninya berkembang subur dari mata air kehidupan ini adalah Syaitan dan akan merugi sebagaimana juga Syaitan. Tidak ada Nabi muttaqi di dunia ini yang mengingkari realitas daripada Istighfar dan tidak menginginkan kesegaran dari mata air tersebut. Adalah suatu kenyataan bahwa penghulu dan junjungan kita Muhammad s.a.w. telah lebih banyak memohon kesuburan ini dibanding siapa pun lainnya, dan karena itu Allah s.w.t. telah mengembangkan beliau itu menjadi lebih subur dan harum semerbak melebihi semua Nabi-nabi lainnya.
(Noorul Qur’an, no. 1, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 356-358, London, 1984).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar